Tuesday 19 February 2013

Sulit Yakinkan Pemerintah Tentang Ancaman Bencana

Peneliti LIPI DR Danny Hilman menyingkap betapa sulitnya meyakinkan pemerintah tentang adanya ancaman bencana besar di Sumatera Barat, khususnya bencana gempa besar diikuti tsunami, walaupun sudah didukung kajian ilmiah.

Ini diungkapkan DR Danny Hilman dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dalam konferensi internasional membangun ketahanan masyarakat terhadap bencana alam, 28-30 Januari 2013, di Wiston House London, kata Direktur Eksekutif Komunitas Siaga Tsunami (Kogami) Indonesia, Patra Rina Dewi kepada ANTARA di Padang, Selasa.

Konferensi yang membahas penterjemahan hasil kajian menjadi aksi pengurangan risiko bencana dilaksanakan oleh Wilton Park diikuti 70 peserta dari 25 negara seperti Amerika Serikat, Belanda, Senegal, Kenya, Italia, Kanada, Thailand, Indonesia dan Inggris.

Dari Indonesia menampilkan tiga pemeteri yakni, Danny Hilman dari LIPI, Larry Maramis dari Sekretariat ASEAN dan Patra Rina Dewi, M.Sc dari Kogami Indonesia.

Patra menjelaskan, penilaian Danny Hilman menyebabkan belum terwujud koordinasi yang baik antara ilmuwan dengan praktisi terutama dengan pemerintah sebagai pemegang kuasa kebijakan.

Hal ini menunjukkan betapa sulitnya meyakinkan pemerintah bahwa memang ada ancaman yang besar di Sumatera Barat, katanya.

Indonesia dinilai bahkan kalah dengan beberapa negara lain seperti Bangladesh dan Philippina yang sudah punya sistem lebih baik dalam memanfaatkan hasil kajian untuk upaya pengurangan risiko bencana.

Di negara-negara itu rencana mitigasi yang dilakukan sudah berbasiskan hasil kajian keilmuan, sehingga risiko korban jiwa akibat bencana alam sudah berkurang dari tahun ke tahun walaupun tetap dipengaruhi oleh kekuatan bencana yang terjadi.

Sebaliknya di Indonesia, setelah lima tahun, hal itu baru menjadi perhatian serius terkait adanya ancaman bencana besar di Sumbar tersebut, tambahnya.

Mulai adanya perhatian ini, nampak dari master plan tsunami untuk Indonesia akan direvisi karena mendapatkan reaksi keras dari sejumlah ilmuwan, termasuk DR Widjo Kongko dari LIPI.

Semua peserta konferensi juga setuju bahwa hasil kajian keilmuwan tidak 100 persen pasti, tapi ilmuwan bisa memberikan probabilitas dari prediksi yang mereka hasilkan dari penelitian dan pemodelan yang dilaksanakan secara cermat, kata Patra.

Dalam konferensi internasional di London itu, Kogami Indonesia juga membagi pengalaman membangun kesiapsiagaan terhadap bencana di Kota Padang, Sumbar.

Patra menguraikan pentingnya hasil kajian dalam mengembangkan program kesiapsiagaan dilakukan Kogami sejak delapan tahun di Padang, namun kenyataannya saat itu belum ada lembaga penanggulangan bencana yang bertanggungjawab untuk pra bencana.

Kogami terus melakukan komunikasi secara dengan para ilmuwan baik nasional ataupun dunia untuk mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan yang dibutuhkan masyarakat seperti, dimana daerah aman, berapa menit waktu yang dipunyai untuk evakuasi setelah gempa terjadi, kemana harus evakuasi, bagaimana cara evakuasi, katanya.

Dengan skenario dari para ahli KOGAMI telah mengembangkan kurikulum siaga bancana sekolah, mengadakan pelatihan kesiapsiagaan di sekolah dan masyarakat, mendukung pemerintah dalam mebuat rencana kontinjensi dan standard operating procedure (SOP) penanggulangan bencana gempa dan tsunami untuk Provinsi Sumatera Barat dan Kota Padang sedang proses menuju legalisasi, demikian Rina Patra Dewi.(ant/rd)

No comments:

Post a Comment