Saturday 2 March 2013

Bea Cukai Jambi Akui Kewalahan Hadapi Penyelundupan

aparat kantor pelayanan bea cukai Jambi mengaku kewalahan mengatasi penyelundupan yang marak terjadi di beberapa "pelabuhan tikus" di pesisir Jambi seperti Kuala Tungkal dan Nipah Panjang.

Menurut Pelaksana Harian Seksi Penyuluhan dan Layanan Informasi, Kantor Pelayanan Bea Cukai, Jambi, Heri Winarko di Jambi, Jumat, penyeludupan ini dilakukan dengan sistematis dan memiliki jaringan luas, sehingga aparat tidak berdaya meski kegiatan terjadi di depan mata mereka.

"Mereka memiliki jaringan yang luas dan massif di wilayah tersebut. Lagi pula, secara langsung kegiatan itu mempengaruhi perekonomian warga di sekitar," katanya.

Ia mengatakan, jika pihaknya membubarkan kegiatan itu, akan menimbulkan dampak ekonomi dan sosial di tengah masyarakat di sana.

"Jadi kami biarkan saja. Lagi pula sebagian mereka juga melaporkan kepada kami kegiatannya itu," ucapnya.

Salah satu penyelundupan yang marak dan berlangsung lama adalah penyeludupan baju bekas dari luar negeri ke Jambi, melalui pelabuhan-pelabuhan tikus di Kuala Tungkal, Tanjung Jabung Barat.

Heri mengakui, "mindset" masyarakat secara umum terhadap produk-produk luar negeri turut membantu perkembangan bisnis ilegal ini di Jambi.

"Mindset ini sulit diubah. Dalam masyarakat kita tertanam pikiran bahwa barang-barang dari luar negeri meski sekedar barang bekas memiliki kualitas yang jauh lebih baik dari buatan dalam negeri, sehingga permintaan barang-barang ini oleh konsumen tetap tinggi dari tahun ke tahun," ujarnya.

Meski telah berlangsung lama dan massif, Heri mengaku pihaknya tidak memiliki data pasti berapa jumlah kerugian negara dari aktivitas itu, walaupun penyeludup di pesisir Jambi juga kadang membawa barang-barang elektronik termasuk beberapa bahan pokok.

"Kami tidak memiliki data berapa jumlah kerugian negara dari aktivitas itu. Sebab yang namanya penyeludupan tidak memberi tahu kami, jadi kami tidak mendata," katanya.

Pihaknya kesulitan mengungkap aktivitas ilegal itu, sebab banyak modus yang dilakukan oleh mereka, salah satunya dengan membongkar barang di tengah laut dari kapal besar ke kapal-kapal kecil.

"Kadang mereka membongkar barang dari kapal besar di tengah laut. Lalu kapal-kapal kecil itu membawanya ke pelabuhan tikus, saat ditanya oleh petugas, mereka mengatakan bahwa barang itu dibawa antarpulau, bukan antar negara. Jadi kami susah memeriksanya," ujar Heri.

Ia menepis pernyataan bahwa kegiatan ilegal di pelabuhan tikus itulah yang membuat aktivitas ekspor-impor di Jambi menjadi sepi.

"Tidak sampai mengganggu. Kegiatan itu dilakukan dalam skala kecil, sehingga tidak menganggu kegiatan ekspor-impor secara umum. Biasanya mereka (penyeludup, red) menggunakan kapal-kapal kecil yang daya angkutnya juga kecil," jelasnya.

Hingga saat ini, kegiatan ekspor impor Jambi masih terbilang lesu. Lesunya kegiatan itu disebabkan keenganan perusahaan pelayaran pemilik kontainer menerima pesanan untuk membawa barang-barang mereka dari dan ke Jambi.

"Selain jumlahnya (barang yang diekspor, red) terbatas, para pengusaha kontainer enggan menerima 'job' dari Jambi, karena biaya yang dikeluarkan tidak sebanding dengan pendapatan," katanya.

Pemilik kontainer, biasanya mau menerima job dari para eksportir jika mereka juga menerima job dari importir.

"Artinya, perusahaan pelayaran mau membawa barang ke Jambi dari luar negeri, jika dari Jambi mereka menerima pesanan untuk membawa barang keluar negeri, sehingga kontainer yang dipesan tidak dalam keadaan kosong ketika menuju atau keluar dari Jambi," katanya.

Penyebab lain dari minimnya ekspor-impor di Jambi juga dipicu keterbatasan fasilitas pelabuhan di Jambi. Selain itu karena rendahnya ketinggian jembatan Muarasabak, sehingga kapal-kapal besar tidak dapat masuk ke Pelabuhan Talang Duku.(ant/rd)

No comments:

Post a Comment